Candi Ngetos

Candi Ngetos adalah salah satu candi di pulau Jawa yang lokasi tepatnya berada di Desa Ngetos, Kecamatan Ngetos, yang berjarak 17 Km dari arah Nganjuk Jawa Timur. Di antara masyarakat Nganjuk sekitarnya, candi ini sudah populer dari lama. Candi Ngetos adalah sebuah candi yang penting dari jaman Majapahit dan letaknya di lereng utara Gunung Wilis. Candi yang dikenal sebagai candi tempat persemayaman abu jenazah Prabu Hayam Wuruk tersebut memiliki ciri bangunan Majapahit. Di papan keterangan yang ada di sana tertulis bahwa candi ini dibuat pada abad ke 15. Sayang sekali bentuk asli candi ini secara fisik sudah rusak, bahkan beberapa bagiannya sudah hilang.
Candi Ngetos, yang sekarang tinggal bangunan induknya yang sudah rusak itu, dibangun atas prakarsa Raka Hayam Wuruk. Tujuan pembuatan candi ini sebagai tempat penyimpanan abu jenasahnya jika kelak wafat. Hayam Wuruk ingin dimakamkan di situ karena daerah Ngetos masih termasuk wilayah Majapahit yang menghadap Gunung Wilis, yang seakan-akan disamakan dengan Gunung Mahameru. Pembuatannya diserahkan pada pamannya Raja Ngatas Angin, yaitu Raden Condromowo, yang kemudian bergelar Raden ngabei Selopurwoto. Raja ini mempunyai seorang patih bernama Raden bagus Condrogeni, yang pusat kepatihannya terletak disebelah barat Ngatas Angin, kira-kira berjarak 15 km.


Diceritakan, bahwa Raden ngabei Selopurwoto mempunyai keponakan yang bernama Hayam Wuruk yang menjadi Raja di Majapahit. Hayam Wuruk semasa hidup sering mengunjungi pamannya dan juga Candi Lor. Wasiatnya kemudian, nanti ketika Hayam Wuruk wafat, jenasahnya dibakar dan abunya disimpan di Candi Ngetos. Namun bukan pada candi yang sekarang ini, melainkan pada candi yang sekarang sudah tidak ada lagi.
Konon ceritanya pula, di Ngetos dulu terdapat dua buah candi yang bentuknya sama (kembar), sehingga mereka namakan Candi Tajum. Hanya bedanya, yang satu lebih besar dibanding lainnya. Krom juga berpendapat, bahwa disekitar candi Ngetos ini terdapat sebuah Paramasoeklapoera, tempat pemakaman Raja Hayam Wuruk. Mengenai kata Tajum dapat disamakan dengan Tajung, sebab huruf “ng” dapat berubah menjadi huruf “m” dengan tanpa berubah artinya. Misalnya Singha menjadi Simha dan akhirnya Sima. Hal ini sesuai dengan pendapat Soekmono yang menyatakan bahwa setelah Hayam Wuruk meninggal dunia, maka makamnya diletakkan di Tajung, daerah Berbek, Kediri.



Selanjutnya diceritakan, bahwa Raja Ngatas Angin R. Ngabei Selupurwoto mempunyai saudara di Kerajaan Bantar Angin Lodoyo (Blitar) bernama Prabu Klono Djatikusumo, yang kelas digantikan oleh Klono Joyoko. Raja-raja ini ditugaskan oleh Hayam Wuruk untuk membuat kompleks percandian. Raden Ngabai Selopurwoto di kompleks Ngatas Angin menugaskan Empu Sakti Supo (Empu Supo) untuk membuat kompleks percandian di Ngetos. Karena kesaktiannya maka dalam waktu yang tidak terlalu lama tugas tersebut dapat diselesaikan sesuai petunjuk.

Komentar